I. Pengertian perkembangan
dan pertumbuhan
Ø Perkembangan
Berikut manurut
beberapa pendapat:
- Santrock ussen (1992)
Perkembangan
merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada masa konsepsi dan
berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi.
- E. B. Hurlock
Perkembangan
merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman, dan terdiri atas serangkaian perubahan yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif.
- Drs. H. M. Arifin, M. Ed
Perkembanagn merupakan
perubahan-perubahan dalam bentuk bagian tubuh dan integrasi dan hanya dapat
dilihat gejala-gejalanya.
- Gut Windarsih dan Rohana Kusumawati
Perkembangan
merupakan proses menuju keadaan yang lebih dewasa bersifat kualitatif.
- Werner (1957)
Perkembangan sejalan
dengan prinsip orthogenetis, bahwa perkembangan berlangsung dari keadaan global
dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan diman diferensiasi, artikulasi,
dan integrasi meningkat secara bertahap.
- Nagel (1957)
Perkembangan
merupakan pengertian dimana stuktur yang terorganisasi dan mempunyai
fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana terjadi perubahan stuktur baik
dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi.
- Schneirla (1957)
Perkembangan adalah
perubahan-perubahan progresif dalam organisasi organisme, dan organisme ini
dilihat sebagai sistem adaptif sepanjang hidupnya.
- Spiker (1966)
Perkembangan
berhubungan dengan dua hal yaitu:
1) Ortogenetik, yang berhubungan dengan
perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai
dewasa.
2) Filogenetik, yakni perkembangan
asal-usul manusia sampai sekarang ini.
- Libert, Paulus, dan Strauss
(Singgih,1990:31)€
Perkembangan adalah
proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan
dan interaksi lingkungan.
- Monks(1984)
Perkembangan dapat
dilukiskan sebagai suatu proses yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu
organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses
pertumbuhan,kemetangan dan belajar.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan
Perkembangan merupakan suatu pola perubahan secara
progresif organisme baik dalam struktur maupun fungsi(fisik atapun psikis) yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif yang terjadi secara teratur dan berlangsung
sejak masa konsepsi sampai akhir hayat, berdasarkan pertumbuhan, kematangan,
pengalaman, dan belajar.
Ø Pertumbuhan
Berikut ini
pengertian pertumbuhan menurut beberapa ahli:
- Werner
Pertumbuhan
merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada
waktu yang noemal.
- Drs. H. M. Arifin, M. Ed
Pertumbuhan
merupakan suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensif
tubuh serta bagian-bagiannya.
- Buku perkembangan dan belajar peserta
didik.
Pertumbuhan
merupakan perubahan dalam aspek jasmaniah dan bersifat kuantitatif dan evolusi.
- Gut Windarsih dan Rohana Kusumawati
Pertumbuhan
merupakan bertambahnya ukuran(volume,massa, dan tinggi) pada makhluk hidup yang
beresifat kuantitatif dan irreversible.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa:
Pertumbunhan merupakan suatu pola proses perubahan
secara fisik yang bersifat kuantitatif pada makhluk hidup.
Sehingga pengertian pertumbuhantercakup dalam pengertian
perkembangan, namun tidak sebaliknya.
Aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan individu adalah:
1. Pertumbuhan Fisik
a. Pertumbuhan sebelum lahir( masa
konsepsi)
b. Pertumbuhan setelah lahir
2. Intelek
3. Emosi
4. Sosial
5. Bahasa
6. Bakat Khusus
7. Sikap, nilai, dan moral
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan adalah
1. Kecerdasan
2. Temperamen
3. Interaksi Keturunan lingkungan dan
perkembangan
II. Anak Sebagai Suatu
Totalitas
Konsep anak
mengandung 3 pengertian berikut:
v Anak adalah
makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek
yang terdapat dalam dirinya
v Dalam
kehidupan perkembangan anak, keseluruhan aspek anak tersebut saling terjalin
satu sama lain.
v Anak berbeda
dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi secara keseluruhan.
Sebagai suatu totalitas anak dipandang
sebagai makhl;uk hidup yang utuh yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan
aspek fisik dan psikis yang ada pada dirinya yang tdk dapat dipisahkan satu
sama lain.
Konsep anak sebagai totalitasnatau
kesatuan mengandung arti bahwa terdapat saling keterjalinan atau keterkaitan antara
seluruh aspek yang ada pada diri anak. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam
diri anak tersebut secara terintegrasi saling terjalin dan saling memberi
dukungan fungsional satu sama lain.
Contoh-contohnya adalah:
1. Anak yang sedang sakit panas bisa memjadi
lain kelakuannya.
2. Anak yang marah bisa menangis
menjerit-jerit
3. Anak yang sedang malu kemerah-merahan
pipinya.
4. Anak yang sedang aktif melakukan
kegiatan fisiknya bisa aktif pula kegiatan mentalnya.
Anak cenderung didominasi oleh pola pikir yang bersifat
egisentrik.
Daya pikir anak masih terbatas pada hal-hal yang konkrit.
Anak sebagai totalitas yaitusebagai suatu organisme
individu yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dari keseluruhan organ
fisik dan aspek psikis yang terdapat pada dirinya yang saling terjalin satu
sama lain.
III. Perkembangan Sebagai
Proses Holistik dari Aspek Biologis, Kognitif, Sosial dan Psikososial.
Sesuai
dengan konsep anak sebagai suatu totalitas atau sebagai individu, perkembangan
juga merupakan suatu proses yang sifatnya holistik ( menyeluruh). Artinya,
perkembangan itu terjadi tidak hanya dalam aspek tertentu, melainkan melibatkan
keseluruhan aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain.
Apakah yang
dimaksud oleh para ahli psikologi dengan perkembangan individu?
Menurut
Santrock dan Yussen (1992)
Pola gerakan
perkembangan itu kompleks karena merupaka hasil (produk) dari beberapa proses:
a. Proses biologis
Proses ini meliputi
perubahan-perubahan fisik individu.
Pencerminan peranan
proses biologi dalam perkembangan terdiri dari:
ü Gen yang
diwarisi dari orang tua
ü Perkembangan
otak
ü Penambahan
tinggi dan berat
ü Ketrampilan
motorik
ü Perubahan-perubahan
hormon pada masa puber
b. Proses Kognitif
Proses ini meliputi
perubahan-perubahan yang terjadi pada induvidu mengenai pemikiran, kecerdasan
dan bahasa.
Pencerminan peranan
proses kognitif dalam perkembangan anak antara lain seabgai berikut:
ü Mengamati
gerakan mainan bayi yang digantung
ü Menghubungkan
dua kata menjadi kalimat
ü Menghafal
puisi, sajak, dan do’a
ü Memecahkan
soal matematika
Perbedaan antara perkembangan
kognitif dengan perubahan dalam arti belajar.
- Perkembangan kognitif mengacu kepada
perubahan-perubahan penting dalam pola dan kemampuan berpikir serta kemahiran
berbahasa.
- Belajar cenderung lebih terbatas pada
perubahan-perubahan sebagai hasil dari pengalaman atau peristiwa yang relatif
spesifik.
Pekembangan kognitif anak dan pengalaman belajar ini
sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain.
Perkembangan kognitif anak akan memfasilitasi kemampuan belajar
anak , dan sebaliknya.
c. Proses sosial / psikososial
Proses ini meliputi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan individu dengan orang lain,
perubahan-perubahan dalam emosi, perubahan-perubahan dalam kepribadian serta
perubahan-perubahan dalam perasaan.
Pencerminan peranan
proses sosial dalam perkembangananak adalah sebagai berikut:
ü Perkembangan
identitas diri dan krisis-krisis yang menyertainya serta perkembangan carra
hubungan dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru, dan yang lainnya.
ü Senyuman
bayi sebagai respon terhadap sentuhan ibunya
ü Sukap
agresif anak laki-laki terhadap teman mainnya
ü Kewaspadaan
seorang gadis terhadap lingkungannya.
Perubahan pada perkembangan merupakan
produk dari proses-proses biologis, kognitif, dan sosial. Proses itu terjadi
pada perkembangan manusia yang berlangsung pada keseluruhan siklus hidupnya dan
inilah yang disebut perkembangan sebagai peroses holistik dari ketiga aspek
tersebut.
Perkembangan dibagi berdasarkan waktu
yang dilalui manusia dengan sebutan fase.
Santrock dan Yussen membagi atas lima
fase yaitu:
1. Fase pra natal (saat dalam kandungan)
Adalah waktu
terletak antara masa pembuahan dan masa kelahiran
2. Fase Bayi
Adalah saat
perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai 18 atau24 bulan, masa ini
adalah masa yang sangat bergantung pada orang tua.
3. Fase Kanak-kanak Awal( masa pra
sekolah)
Adalah fase
perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai 5 atau 6 tahun.
4. Fase Kanak-kanak tengah dan akhir (
masa usia sekolah dasar)
Adalah fase
perkembangan yang berlangsung sejak kira-kiora umur 6 sampai 11 tahun
5. Fase Remaja
Adalah masa
perkembengan yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal,
yang dimulai kira-kisa umur 10 sampai 12 tahun dan beakhir kira-kira umur 18
sampai 22 tahun.
Keterjalinan
proses-proses biologis kognitif dan sosial menghasilkan fase-fase perkembangan.
IV. Kematangan Dan
Pengalaman dalam Perkembangan Anak
Kematangan
(maturation) adalah urutan perubahan yang dialami individu secara teratur yang
ditentukan oleh rancangan genetiknya ( Santrock dan Yussen , 1992:20)
Kematangan
dipandang sebagai suatu pembawaan (nature), yakni sebagai warisan biologis
organisme yang dibawa sejak lahir.
Pengalaman
(experience) merupakan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dalam
berinteraksi dengan lingkungan.
Pengalaman
dipandang sebagai unsur lingkungan (nurture), yakni sebagai pengalaman
environmental yang diperoleh individu dalam kehidupannya.
Para ahli
psikologi perkembangan menekankan unsur kematangan atau pembawaan (maturations)
mengklaim warisan biologis sebagai unsur yang paling mempengaruhi perkembangan
anak.
Para ahli
yang mengutamakan unsur pengalaman atau lingkungan (nurture) mengganggap
pengalaman-pengalaman evironmental sebagai faktor yang paling penting dalam
perkembangan anak.
Dimanapun
seseorang hidup ia akan:
1. Duduk
2. Berjalan
3. Berbicara .
Kaum maturationists mengakui bahwa
kondisi lingkungan yang ekstrim yang dapat menyebabkan gangguan terhadap proses
perkembangan anak, tetapi mereka meyakini bahwa kecenderungan-kecenderungan
dasar pertumbuhan dan perkembangan individu telah terpola secara genetik.
Kaum environmentalitas menekankan
pentingnya pengalaman dalam perkembangan anak. Unsur genetik individu
mewariskan dasar,bagaimana hal itu tumbuh dan berkembang sangat tergantung
pada:
1. Makanan
2. Gizi
3. Perawatan Medis
4. Latihan
5. Pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan.
Kaum interactionists mempercayai bahwa
hampir semua kualitas fisik dan psikis individu merupakan hasil dari pengaruh
pembawaan dan lingkungan.
Misalnya:
1. Tinggi badan anak tergantung kepada
rancangan genetik yang diturunkan dari orang tuanya(pembawaan),
2. Tinggi badan anak juga tergantung pada
gizi dan latihan yang diperoleh selama proses pertumbuhan(lingkungan)
3. Perkembangan kognisi anak tergantung
kepada taraf intelegensi yang dimiliki(pembawaan)
4. Perkembangan kognisi terrgantung pada
kualitas pengalaman belajar yang diperoleh selama hidupnya(lingkungan)
5. Anak secara biologis sudah terprogram
untuk belajar bahasa (pembawaan)
6. Anak hanya akan belajar bahasa yang
didengarnya (lingkungan)
V. Kontinuitas dan
Diskontinuitas dalam Perkembangan
Ø Kontinuitas
Para ahli
yang menekankan segi kesinambungan(continuity) dalam perkembangan menjelaskan
bahwa perkembangan itu merupakan perubahan kumulatif yang berlangsung secara
bertahap dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
Perkembangan
adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi dari perolaku
dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh sebelumnya.
Dalam proses
ini terjadi pengayaan, penambahan, dan pengurangan melalui pengalaman atau
interaksi individu dengan lingkungan.
Contohnya:
1. Anak memperoleh tambahan perilaku atau
ketrampilan baru, dan mengkonbinasikan dan menggkombanisasi kembali perilaku
atau ketrampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk menghasilkan perilaku
atau abilitas yang semakin kompleks.
2. Anak hanya bisa mengucapkan suatu suku
kata,kemudian satu kata,dua kata, tiga kata, sampai beribu-ribu kata.
Jadi model ini menekankan perubahan
kuantutatif, yakni unsur-unsur yang sudah ada dan lebih sederhana secara
esensial mengalami penambahan dengan unsur-unsur baru sehingga menghasilkan
kemampuan dan perilaku yang lebih kompleks.
Ø Diskontinuitas
Para ahli menekankan segi
ketidaksinambungan (discontinuity) dalamperkembangan menganggap bahwa proses
perkembangan individu melibatkan tahapan-tahapan yang berbeda.
Setiap
perkembangan individu dianggap melalui suatu pola urutan perubahan yang berbeda
secara kualitatif, tidak sekedar berbeda secara kuantitatif.
Perkembangan
individu dianggap berlangsung melalui terjadinya perubahan-perubahan perilaku
yang tiba-tiba dari stu tahap ke tahap berikutnya(peristiwa transisi relatif
tajam).
Para ahli
yang mendukung pandangan diskontinuitas biasanya beranggapan bahwa secara
prinsip perkembangan diarahkan oleh faktor-faktor internal biologis.
Sebagai
contoh perbedaan kualitatif(diskontinuitas) adalah deskripsi tahap-tahap
perkembangan berpikir anak dari Jean Piaget sebagai berikut:
a. Tahap sensori motor(0;0 - 2;0)
Kegiatan intelektual
pada tahap inihampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung
melalui indra.
b. Tahap pra operasional (2;0 – 7;0)
Pada tahap ini
perkembangan sangat pesat.
c. Tahap operasional konkrit (7;0 – 11;0)
Kemampuan berpikir
logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk
mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapi adalah
yang konkret.
d. Tahap operasional formal (11;0 – 15;0)
Tahap ini ditandai
dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikir
terhadap permasalahan semua kategori baik abstrak maupun konkret. Pada tahap
ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide,
berpikir tentang masa depan secara realistis.
Tahap-tahapperkembangan berpikir anak
tersebut tidak sekedar menggambarkan adanya kemampuan yang meningkat dalam
berpikir, tapi lebih daripada itu ada perbedaan kualitatif yang signifikan di
antara tahap-tahap berikut,
Berkenaan dengan isyu kotinuitas dan
diskontinuitas, Emde dan Harmon (Vasta,Haith & Miller, 1992) menjelaskan
bahwa persoalan melibatkan dua komponen yang diperdebatkan.
1) Isyu melibatkan penjelasan tentang
pola-pola perkembangan.
- Para ahli teori kontinuitas meyakini
bahwa perkembangan itu terjadi secara halus dan stabil melalui penambahan atau
peningkatan bertahap dalam hal abilitas, ketrampilan, dan/atau pengetahuan baru
pada suatu langkah yang relatif sama.
- Para ahli diskontinuitas beranggapan
bahwa perkembangan terjadi pada periode-periode kecepatan yang berbeda,
berganti-ganti antara periode-periode yang hanya sedikit perubahannya dengan
periode yang tajam dan cepat perubahannya
2) Pedebatan ini berkenaan dengan masalah
keterkaitan perkembangan.
- Para ahli teori kontinuitas
berpendapat bahwa perilaku-perilaku awal secara bersama akan membangun dan
membentuk perilaku-perilaku selanjutnya atau sekurang-kurangnya
perkembangan-perkembangan awal itu memiliki keterikatan dengan perkembangan
selanjutnya.
- Para ahli diskontinuitas menyatakan
bahwa beberapa aspek perkembangan muncul secara independen dari apa yang sudah
muncul sebelumnya dan tak dapat diprediksi dari perilaku-perilaku sebelumnya.
materi
perkembangan peserta didik
PERKEMBANGAN KREATIVITAS
A.
KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK
Perkembangan
kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena
kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar
kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak
(Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut
fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left
hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri
mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak
belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan
dengan teori belahan beserta fungsinya ini (Clark, 1983: 24) mengemukakan
sejumlah fungsi otak sesuai dengan belahannya itu sebagaimana tertera pada
table berikut ini.
Fungsi
Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan
(Clark, 1983: 24)
(Clark, 1983: 24)
No. Belahan
Otak Kiri
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
2.Verbal,
limit sensory, input
3.Sequential,
measurable
4.Analytic
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
11.Scientific,
technological
Belahan Otak
Kanan
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
B. PENGERTIAN
KREATIVITAS SECARA UMUM
Kreativitas
didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang
masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa
kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua
cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir
konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan
bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen
adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternative jawaban terhadap
suatu persoalan.
Utami Munandar (1992: 47)
mendefinisikan kreativitas sebagai berikut. “Kreativitas adalah kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta
kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.” Utami Munandar (1992: 51)
menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil
interaksi dengan lingkungannya.
Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas
sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru
itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan
individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl
(Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk
memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud kreativitas
imajenatif atau sintesis yang mingkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan
kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada
situasi sekarang.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rodhes
(Torrance, 1981) mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam empat
kategori, yaitu product, person, procces, dan press.
Product menekankan kreativitas dari hasil karya
kreatif, baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang
menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi
ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang
berhubungan dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu
berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif.
Adapun
press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya
kreativitas pada individu.
Jadi, yang
dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu
yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru
atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu
karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk
menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara
berpikir divergen.
C. PENGERTIAN
KREATIVITAS MENURUT TORRANCE
Seorang ahli
yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor lingkungan bagi berkembangnya
kreativitas adalah Torrance
(1981: 47). Ia mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan,
diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi
dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48), kreativitas itu
bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa
sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis
antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari
lingkungannya.
Torrence
(1981: 47) medefinisikan kreativitas itu sebagai proses kemampuan
memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam
hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengomunikasikan
hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji
hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu
diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif
yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara
faktor lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat
mempercepat berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
Pendekatan
dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pendekatan
psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989).
Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada
dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah
satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah
pendekatan holistik.
Thinking
merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta dikembangkan melalui
latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Feeling menunjuk pada
suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi emosional. Sensing menunjuk pada
suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang
dapat dilihat atau didengar oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu
tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan,
berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadr dan tak sadar.
Pendekatan
sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses
interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi
kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada,
yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga.
Upaya
mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan sosiologis, pertama-tama
dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang kemudian dilaporkan dalam sebuah
karyanya yang berjudul Configuration of Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan tiga
konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa
munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola
perkembangan nilai-nilai sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958,
1961, dan 1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan
kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan kebudayaan
Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan peranan
keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan kreativitas.
Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India, Cina, Jepang,
dan Negara-negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam
setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas
secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif. Sebaliknya, ada juga
periode-periode tertentu yang justru mengekang berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis
yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
E. PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan
proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan
kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget
(McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap
ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada
tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi,
pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang
dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya
masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang,
dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling
tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi
transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini,
anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat
menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund,
1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah
dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada
akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan
mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai
mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu
dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak
memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya
secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah
menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan.
Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam
dengan menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap
Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean
Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor memungkinkan
semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas
remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya,
perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang
amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi
kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
F.
TAHAP-TAHAP KREATIVITAS
Wallas
(Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan,
inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
1. Persiapan
(Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Inkubasi
(Incubation)
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4.
Verifikasi(Verivication)
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
G.
KARAKTERISTIK KREATIVITAS
Piers (Adam,
1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
Utami
Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai
berikut.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
2. Memiliki kemandirian yang tinggi.
3. Cenderung sering menentang otoritas.
4. Memiliki rasa humor.
5. Mampu menentang tekanan kelompok.
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
Sedangkan
Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
H.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KREATIVITAS
Kreativitas
tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan rangsangan dari
lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi
perkembangan kreativitas.
Utami
Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas
adalah.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
Sedangkan
faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
Miller dan
Gerard (Adams dan Gullota,1979) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada
perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi
orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong berkembangnya
kreativitas yaitu,
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi
antara orang tua dan anak (remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas,
yaitu
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang
tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi
yang didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan
kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar
pengalaman(coexperiencing).
I. MASALAH
YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF
Anak-anak
kreatif, meskipun memiliki kemampuan atau kelebihan dibandingkan dengan
anak-anak pada umumnya, bukan berarti selalu mulus dalam perkembangan
psikologisnya. Disamping potensi kreatifnya itu jika tidak mendapatkan
penanganan secara baik justru seringkali menimbulkan masalah pada dirinya.
Berkenaan dengan ini. Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah masalah yang
sering timbul atau dialami oleh anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut.
1. Pilihan
karier yang tidak realistis
Anak-anak
kreatif sering kali cenderung memiliki pilihan karier yang tidak realistis,
kurang populer, dan tidak lazim. Merka juga memiliki banyak alternatif dalam
menentukan karier yang akan ditempuhnya dan bahkan cenderung berubah-ubah.
Kondisi psikologis seperti ini jika tidak mendapatkan bimbingan secara baik dapat
mengarahkan dirinya kepada pilihan karier yang kurang tepat. Akibatnya, dapat
menimbulkan frustasi jika pilihannya tidak disadari oleh pemahaman yang cukup
mengenai jenis karier yang akan dipilihnya.
2. Hubungan
dengan guru dan teman sebaya
Anak-anak kreatif
kadang-kadang mengalami hambatan. Mereka cenderung kritis, memiliki pendapatnya
sendiri, berani mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap pemikiran orang lain
tidak mudah percaya, memiliki keinginan yang seringkali berbeda dengan
teman-teman pada umumnya, serta tidak begitu senang untuk melekatkan diri
kepada otoritas.
3.
Perkembangan yang tidak selaras
Jika
lingkungannya tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi kreatifnya itu,
dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak kretif. Masalah yang timbul disebut
dengan istilah uneven development (perkembangan yang tidak selaras) antara
kematangan intelektual dengan perkembangan aspek-aspek emosional dan sosialnya.
4. Tiadanya
tokoh-tokoh ideal
Anak-anak
kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh orang besar yang sangat diidealkan dalam
hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa berada dekat di lingkungan sekitarnya, tetapi
dapt juga berada di tempat yang jauh dan sulit dijangkau. Jika tokoh idealnya
berada di tempat yang jauh dan sulit dijangku. Jika tokoh idealnya berada
ditempat yang jauh, anak-anak kreatif cenderung berusaha untuk dapat menjangkau
melalui cara mereka sendiri. Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan informasi
dapat mengakibatkan anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh ideal yang
salah.
J. UPAYA
MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Sesungguhnya
anak-anak kreatif kedudukannya sama saja dengan anak-anak biasa lainnya. Namun,
karena potensi kreatifnya itu, mereka sangat memerlukan perhatian khusus di
sini bukan berarti mereka harus mendapatkan perlakuan istimewa, melainkan harus
mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya agar tidak sia-sia.
Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan pengembangan potensi
kreatif anak, menurut Gowan (1981),adalah kurangnya perhatian terhadap
pengembangan fungsi belahan otak kanan.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini,Torrance (1977)
menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative relationship yang memiliki
karakteristik sebagai berikut.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini,
1. Pembimbing
berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
Supriadi
(1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing
perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Mohammad
dan Asrori, Mohammad. 2008.PSIKOLOGI
REMAJA: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi
Aksara.
titanium tv - TITanium Arts
BalasHapusTitanium TV - The only video 2014 ford focus titanium hatchback game titanium money clip produced with an actual titanium density TV set from the SEGA burnt titanium Genesis, the only powerbook g4 titanium original and authentic Sega console.